Friday, April 23, 2010

RUMUS HITUNGAN POTENSI PEMBACA


Rumus hitungan ini merupakan rumus hitungan dasar yang sudah umum digunakan media cetak manapun. Dulu, rumus ini merupakan standar yang dipakai oleh Survei Research Indonesia atau biasanya disingkat dengan SRI untuk menghitung jumlah pembaca suatu media.
Apa fungsinya SRI mengeluarkan rumus? Banyak fungsi, diantaranya untuk mengetahui media cetak mana yang memiliki jumlah pembaca paling banyak. Juga sebagai panduan bagi para biro iklan atau perusahaan untuk menempatkan dana belanja iklan di media yang mana. Tentunya para biro iklan atau perusahaan lebih senang menempatkan dana belanja iklan di media yang jumlah pembacanya banyak. Semakin banyak pembacanya, para pemasang iklan berharap iklan yang mereka taruh tidak sia-sia. Artinya, para pembaca mulai melirik dan membeli produk atau jasa yang ditawarkan.

Media warta gereja umumnya nirlaba karena dibiayai dari dana persembahan jemaat. Jadi, memang tidak perlu mencari iklan sendiri. Kecuali kalau memang tujuannya untuk memberdayakan potensi kewirausahaan jemaat dengan memberikan ruang iklan yang murah meriah.

Walau nirlaba, para pengelola sebaiknya memahami rumus standar ini. Mengapa? Ketika kita mengenal siapa pembaca media, kita akan memberikan sajian tulisan yang tepat guna. Jika tulisan itu tepat guna, tidak ada lagi cerita warta gereja yang dibuang jemaat. Tidak perlu ada pengumuman yang diteriakkan dari mimbar untuk menghimbau jemaat agar tidak membuang warta gereja di lantai atau bangku gereja. Tanpa perlu disuruh atau diteriakkan, para jemaat memiliki kesadaran sendiri untuk menyimpan warta gereja.

Andaikata setiap pengelola warta jemaat memahami hal ini, tentu pengerjaan warta akan direncanakan dengan baik. Bukan jurus SKS, sistem kebut semalam yang biasanya berakibat copy-paste dari internet. Copy-paste dari internet sendiri pun ada aturannya. Harus menyebutkan sumber tulisan karena ini menyangkut hak cipta. Sebelum ada cerita, gereja disomasi karena mengkopi tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumber maka lebih baik Anda cantumkan. Toh, Anda harus menghargai jerih payah penulis yang bersangkutan.

CARA MENGHITUNG POTENSI PEMBACA MEDIA CETAK
Potensi pembaca tidak sama dengan jumlah eksemplar media cetak yang diterbitkan. Jika warta Anda diperbanyak sebesar 1.000 biji maka itulah yang dinamakan oplah. Oplah warta gereja Anda sebesar 1.000 eksemplar. Potensi pembaca Anda bukan 1.000 orang.
Bagaimana cara menghitung potensi pembaca media cetak? Umumnya media cetak menggunakan rumus 4x. Artinya satu media cetak dibaca minimal 4 orang. 1 media cetak = 4 pembaca. Jika warta gereja Anda memiliki oplah 1.000 eksemplar, berarti potensi pembaca warta Anda, minimal, 4.000 orang (1.000 eksemplar x 4 pembaca).

Demikian pula halnya dengan penerbitan Tabloid Gloria. Tabloid Gloria yang memiliki oplah 12.000 eksemplar, memiliki potensi pembaca lebih dari 12.000 orang. Sesuai rumus tersebut, cara menghitungnya:
12.000 eksemplar x 4 pembaca = 48.000 pembaca.

Itu jika dihitung satu Tabloid Gloria minimal dibaca 4 orang. Faktanya, seperti di Hongkong, satu eksemplar Tabloid Gloria bisa dibaca 5-10 orang oleh warga negara Indonesia yang ada di sana. Katakanlah jumlah Tabloid Gloria yang ada di Hongkong ada 2.000 eksemplar. Jika satu Tabloid Gloria dibaca 8 warga negara Indonesia yang ada di Hongkong maka hitungan potensi pembacanya ialah:
2.000 eksemplar x 8 pembaca = 16.000 pembaca

Kalau kita mau menjumlahkan semuanya maka dihitung seperti berikut:
Tabloid Gloria beredar di Indonesia: 10.000 eksemplar x 4 pembaca = 40.000 pembaca
Tabloid Gloria beredar di Hongkong: 2.000 eksemplar x 8 pembaca = 16.000 pembaca.
Total potensi pembaca Tabloid Gloria ialah 56.000 pembaca

Anda mungkin bertanya-tanya, darimana angka 4 orang tadi. 4 orang tadi merupakan jumlah minimal satu keluarga. Satu eksemplar warta gereja bisa dibaca oleh bapak, ibu, 2 anak. Totalnya empat pembaca. Sekali lagi, itu merupakan angka minimal. Itu pun jika dihitung dengan angka 4x. Sebelumnya, saya pernah menuliskan bahwa ada kemungkinan warta gereja dibawa ke tempat kerja dan dibaca rekan-rekan kerjanya. Berarti potensi pembaca lebih dari 4 orang kan.

Kini, Anda bisa menghitung sendiri berapa potensi pembaca warta gereja Anda. Tanpa disadari, potensi pembaca warta gereja justru lebih banyak jumlahnya ketimbang jumlah eksemplar warta gereja. Dari situ, Anda harus mawas diri dan melakukan evaluasi rubrik-rubrik yang ada di warta gereja.

Contoh, jumlah jemaat gereja 200 orang. Biasanya hanya mencetak 200 eksemplar warta sehingga Anda hanya tahu bahwa jumlah pembaca Anda 200 orang. Kini, gunakan rumus SRI, Anda akan menemukan potensi pembaca lebih dari 200 orang. 200 eksemplar x 4 orang = 800 pembaca. Itu merupakan angka minimal. Kalau Anda sudah mengetahui fakta ini, apakah Anda tega mengelola warta gereja dengan asal-asalan? Kita tidak pernah menyadari bahwa ada banyak orang yang merasa imannya dikuatkan, diberkati melalui tulisan-tulisan. Bukankah sangat membahagiakan jika ternyata itu merupakan tulisan dari jemaat sendiri?

Mengetahui berapa banyak jumlah potensi pembaca warta gereja juga karakteristik pembaca, akan sangat membantu Anda dalam melakukan pengelolaan media gereja. Berapa persen jumlah pembaca pria dan wanita? Bagaimana kategori usia mereka? Apa saja pekerjaan mereka? Berapa persen yang lulus SD, SLTP, SLTA, D1, D3, D3, S1, S2 atau putus sekolah?
Wah, apakah tidak terlalu berlebihan jika pengelola warta gereja mengadakan survei tersebut? Tidak. Kecuali jika memang gereja Anda tidak mau mengenal dekat siapa pembaca warta yang notabene adalah jemaat. Saya katakan tadi, dengan mengenal siapa pembaca akan membantu Anda membuat tulisan-tulisan.

Contoh, pekerjaan jemaat. Jika 75% jemaat adalah pengusaha, pemilihan tulisan tentu berbeda jika 75% jemaat adalah karyawan swasta maupun negeri. Bayangkan kalau tulisan-tulisan di dalam warta ditujukan untuk memberkati para karyawan, tentu para pengusaha akan melewatkan tulisan tadi. Mereka berpikir bahwa dirinya bukan karyawan. Karyawan memiliki persoalan. Pengusaha juga memiliki persoalan tersendiri yang sangat berbeda dengan persoalan karyawan. Karyawan memikirkan bagaimana caranya supaya bisa naik gaji. Atau bagaimana cara mengelola gaji supaya bisa membeli rumah. Pengusaha tidak akan memikirkan itu. Pengusaha akan memikirkan bagaimana meningkatkan penjualan di era ekonomi resesi dunia seperti sekarang. Atau bagaimana melakukan pengawasan sehingga karyawan tidak mencuri uang perusahaan. Beda kan? Sangat penting mengenal siapa pembaca warta atau jemaat Anda!

(bersambung)

Dimuat di Tabloid Gloria Edisi 461, Tahun 2009
Sumber Gambar: image bank



Wednesday, April 21, 2010

MENGHITUNG POTENSI WARTA GEREJA (2): POTENSI PEMBACA YANG DISIA-SIAKAN


Oleh Ellen Pantouw

Tanyakan kepada Dahlan Iskan, pemilik grup Jawa Pos atau Jakob Oetama, pemilik grup Kompas, berapa besar potensi pembaca bagi pertumbuhan media mereka. Saya yakin mereka akan setuju dengan saya. Potensi pembaca yang optimal akan membawa pertumbuhan dan perkembangan bagi usaha media mereka. Tanpa pembaca, untuk apa media dicetak. Sama saja dengan membuang garam di laut.

Setiap media, apapun medianya, selalu memiliki pembaca, pendengar dan pemirsa. Sebuah media hadir di dunia untuk dibaca, didengarkan atau ditonton. Media yang tidak ada pembaca, pendengar dan pemirsa, dapat dipastikan hanya memiliki umur jagung. Relatif pendek dan sangat pendek hidupnya.

Media komunitas pun memiliki pembaca, pendengar dan pemirsa. Perkembangan media saat ini yang ditunjang kemudahan teknologi, justru menumbuhkan media komunitas. Koran cetak terancam hidupnya. Koran cetak terancam ditinggalkan pembaca. Sekarang, mungkin masyarakat Indonesia belum terkena dampaknya. Tanyakan kepada para pengelola surat kabar di negara Paman Sam. Media komunitas di negara Paman Sam justru tumbuh subur.

Perusahaan koran cetak justru banyak yang gulung tikar tergilas kemajuan teknologi internet.
Ada 9 perusahaan surat kabar yang semula dicetak mengalami kebangkrutan sehingga harus bertahan atau menghentikan edisi cetak. Data perusahaan yang ikut dalam daftar kehancuran menurut Suara Media digital (13/3) yaitu:
1. The Minneapolis Star Tribune
2. The Miami Herald
3. The Detroit News
4. The Boston Globe
5. The San Fransisco Chronicle
6. The Chicago Sun-Times
7. The New York Daily News
8. The Fort Worth Star-Telegram
9. The Cleveland Plain Dealer

Kompas digital melansir pada 24/2 lalu, koran The Philadelphia Inquirer dan Philadephia Daily News mengajukan permohonan bangkrut pada Minggu, 22/2. Sebelumnya, koran Tribune Co yang berbasis di Chicago telah mengajukan kebangkrutan pada Desember 2008. The Star Tribune di Minneapolis mengajukan kebangkrutan bulan berikutnya. Daftar itu masih berderet ketika kita melihat berita-berita terbaru di internet. Seperti koran The Rocky Mountain News, koran besar di Colorado yang didirikan 149 tahun lalu terancam tutup. Juga disebutkan, Seattle Post-Intelligencer dan Christian Science Monitor yang akan berpindah ke jalur internet. Koran-koran besar dengan oplah 300.000 eksemplar ke atas setiap harinya justru terancam bergelimpangan.

Lalu apa yang akan tetap ada dan bertahan? Jawabannya, media komunitas. Lambertus L. Hurek, redaktur koran Radar Surabaya yang menjadi pembicara dalam seminar “Maksimalkan! Potensi Warta Gereja” memaparkan hasil diskusinya dengan para redaktur di grup Jawa Pos yang dikirim ke Amerika untuk menimba ilmu. Menurut mereka, koran-koran umum justru mati dan sedang menuju ke arah sana. Koran yang bertahan justru komunitas. Media komunitas dengan jumlah oplah yang tidak sampai ratusan ribu eksemplar. Saat iklan di media umum menurun, media komunitas sebaliknya, panen iklan. Iklan merupakan sumber penghidupan untuk membiayai operasional perusahaan. Berita-berita yang disajikan di media komunitas pun terkesan ringan dan sehari-hari. Intinya, media itu mewadahi interaksi antar anggota komunitasnya.

Warta gereja atau warta jemaat termasuk dalam kategori media komunitas. Hampir setiap gereja memiliki media komunitas. Media komunitas boleh dikatakan sebagai media yang tetap selamat dari derasnya perkembangan media digital. Mengapa bisa selamat? Media komunitas memiliki potensi pembaca yang loyal. Loyalitas pembaca menguntungkan pengelola media.
Warta gereja memiliki potensi pembaca yang sangat loyal. Bayangkan, setiap minggu jumlah pembaca tetap sama. Misalnya, gereja yang memiliki 1.000 jemaat. Jumlah penerima warta gereja pasti akan berkisar di seputar angka tersebut. 1.000 warta gereja dibagikan kepada 1.000 jemaat. 1.000 jemaat itu dengan sukarela mau menerima setiap minggunya. 1.000 jemaat mau membaca setiap minggunya. Walau tidak semua tulisan dibaca, pasti ada bagian-bagian tertentu yang mereka baca. Intinya, berapapun jumlah tulisan yang dibaca, jemaat tetap membaca warta.

Mencari 100, 200, 500, 1.000 pembaca tidak mudah. Tanyakan saja kepada pengelola media umum. Beberapa pengelola media bahkan membuat departemen khusus untuk melayani pelanggan. Bagi mereka, satu pembaca sangat berharga untuk kelangsungan hidup medianya. Mereka tidak mau menyiakan satu orang pembaca. Mereka berusaha dengan sekuat tenaga agar tidak ada satu pun pembaca yang terlepas dari tangan mereka. Survei kepuasan pembaca dilakukan setiap tahun. Beberapa media sempat mengadakan Focus Group Discussion untuk menjaring saran dan kritikan dari tangan pertama alias pembaca. Perusahaan media tersebut melaksanakan seleksi ketat untuk perekrutan karyawannya. Harapannya tentu saja, mereka bisa mendapatkan sumber daya manusia yang terbaik supaya grafik jumlah pembaca bergerak naik. Pelbagai program pelatihan diberikan kepada para karyawan untuk mempertajam keahlian dan keterampilan dalam bekerja. Evaluasi terhadap karyawan pun dilaksanakan setiap tahunnya.

Anda bisa lihat, banyak perjuangan yang dilakukan demi mempertahankan satu orang pembaca. Bagaimana dengan warta gereja? “Ah, ini kan hanya warta gereja.” Saya sering mendengar jawaban tadi. Sebenarnya, warta gereja memiliki potensi pembaca yang diimpikan media umum. Sayangnya, beberapa gereja sering mengecilkan potensi yang dimilikinya dengan mengeluarkan kata-kata tadi. Alhasil, pengelolaan warta terkesan tambal sulam. Artikel-artikel yang ada di warta sangat mengesankan kondisi tambal sulam. Demikian pula dengan pengelolanya, tambal sulam, asal comot, tidak diberikan pelatihan yang memadai. Darimana semua ini berasal? Dari untaian kalimat, “Ah, ini kan hanya warta gereja.”

MENGENAL POTENSI PEMBACA WARTA GEREJA
Ungkapan terkenal ‘tak kenal maka tak sayang’ sudah akrab terdengar di telinga kita. Meminjam ungkapan tadi, saya menerjemahkannya menjadi: tak kenal potensi pembaca warta gereja maka Anda tidak menyayangi pembaca warta. Jika Anda mengenal pembaca warta maka Anda bisa menyajikan hal-hal terbaik bagi mereka. Jika tak kenal maka tak sayang, tak heran, artikel-artikel seadanya menjadi bahan penyajian supaya halaman warta tidak kosong. Selama kita belum menyadari mencari pembaca itu susah maka potensi pembaca yang ada sering disia-siakan. Ketika sudah sadar, sayangnya seringkali sudah terlambat.

Bagaimana potensi pembaca warta gereja? Pembaca warta gereja tak lain adalah jemaat gereja yang aktif beribadah di hari Minggu. Sebenarnya pembaca warta tidak hanya jemaat saja. Bisa jadi tetangga, teman, saudara bahkan rekan kerja. Dulu, saat saya pernah bekerja di sebuah perusahaan, teman kerja saya selalu membawa warta gerejanya setiap hari Senin. Kadangkala dia membawa edisi-edisi lama. Saat rehat tiba, warta menjadi bahan bacaan teman-teman kantor secara bergantian. Kalau tidak sempat, kami terbiasa meminjamnya beberapa hari untuk dibaca di rumah. Tentu saja seizin pemiliknya.

Apa yang menjadikan warta itu menarik? Tentu saja artikel-artikel yang dimuat di warta. Bukan pengumuman. Pengumuman tetap dibaca tetapi tidak menjadikan sebagai daya ikat untuk dibaca bergantian. Apalagi pengumuman tersebut—seperti lazimnya warta gereja—ditujukan bagi jemaat saja. Jadi, mereka yang tidak satu gereja dengan teman saya, tidak merasa berkepentingan dengan pengumumannya. Artikel itu membuat teman-teman kantor dari berbagai denominasi gereja jatuh hati dan senang membaca meskipun itu warta gereja lain.
Anda bisa lihat bahwa pembaca warta gereja belum tentu hanya jemaat sendiri. Setiap jemaat memiliki keluarga, sanak saudara, relasi, teman. Belum lagi jika ia menaruhnya di toko sehingga pembeli bisa membaca dan mengambil gratis. Semakin luas saja kan pembaca warta Anda.
Saya pernah mendengar juga ada beberapa gereja yang mengirimkan warta jemaatnya ke luar negeri. Mereka yang menerima warta di luar negeri biasanya dulu merupakan jemaat gereja setempat. Setelah mereka pindah ke luar negeri, mereka meminta gereja untuk mengirimkan warta jemaat secara rutin. Padahal belum tentu di sana, ada perwakilan gereja seperti di Indonesia.

Perilaku jemaat seperti itu merupakan hal yang luar biasa. Ada keterikatan batin antara jemaat dengan gereja tempat ia digembalakan. Warta jemaat merupakan satu-satunya media yang dapat terus mempererat ikatan tersebut. Saya menggunakan istilah sense of belonging. Jemaat yang tinggal di luar negeri tadi sudah memiliki sense of belonging yang tinggi. Itulah pentingnya menciptakan sense of belonging. Kalau pengurus atau pengelola warta ogah-ogahan dalam membuat warta, bagaimana mungkin meminta jemaat untuk memiliki sense of belonging?
Warta gereja memang hanya media kecil tetapi memiliki potensi pembaca yang tidak boleh diremehkan. Terutama bila menyangkut soal loyalitas pembacanya. Permasalahannya ialah apakah Anda menyadarinya atau tidak? Jika Anda tidak menyadarinya, tak ayal Anda sudah menyia-nyiakan potensi pembaca yang luar biasa.

RUMUS HITUNGAN POTENSI PEMBACA
Rumus hitungan ini merupakan rumus hitungan dasar dan sudah umum digunakan media cetak manapun. Potensi pembaca tidak sama dengan jumlah eksemplar media cetak yang diterbitkan. Jika warta Anda diperbanyak sebesar 1.000 biji maka itulah yang dinamakan oplah. Oplah warta gereja Anda sebesar 1.000 eksemplar. Potensi pembaca Anda bukan 1.000 orang.

Bagaimana cara menghitung potensi pembaca media cetak? Umumnya media cetak menggunakan rumus 4x. Artinya satu media cetak dibaca minimal 4 orang. 1 media cetak = 4 pembaca. Jika warta gereja Anda memiliki oplah 1.000 eksemplar, berarti potensi pembaca warta Anda, minimal, 4.000 orang (1.000 eksemplar x 4 pembaca).
Demikian pula halnya dengan penerbitan Tabloid Gloria. Tabloid Gloria yang memiliki oplah 12.000 eksemplar, memiliki potensi pembaca: 12.000 eksemplar x 4 pembaca = 48.000 pembaca. Itu jika dihitung satu Tabloid Gloria dibaca 4 orang. Faktanya, seperti di Hongkong, satu eksemplar Tabloid Gloria bisa dibaca 5-10 orang oleh warga negara Indonesia yang ada di sana.

Anda mungkin bertanya-tanya, darimana angka 4 orang tadi. 4 orang tadi merupakan jumlah minimal satu keluarga. Satu eksemplar warta gereja bisa dibaca oleh bapak, ibu, 2 anak. Totalnya empat pembaca. Sekali lagi, itu merupakan angka minimal. Kini, Anda bisa menghitung sendiri berapa potensi pembaca warta gereja Anda. Tanpa disadari, potensi pembaca warta gereja justru lebih banyak jumlahnya ketimbang jumlah eksemplar warta gereja tersebut.

(bersambung)

sumber gambar: imagebank
dimuat di Tabloid Gloria Edisi 460 Tahun 2009

Monday, November 23, 2009

MENGHITUNG POTENSI WARTA GEREJA (1): RESIKO WARTA SEBAGAI MEDIA PENGUMUMAN

Oleh Ellen Pantouw

Pada edisi lalu (458), saya memberikan beberapa catatan hasil seminar “Maksimalkan! Potensi Warta Gereja” yang diadakan Sabtu (6/6) di UK Petra Surabaya. Menarik sekali jika melihat para peserta yang diutus oleh gereja-gereja. Ada peserta yang memang sudah berkecimpung di dalamnya. Ada peserta yang ‘terpaksa’ berkecimpung karena ditugaskan oleh gereja. Ada peserta yang tidak berkecimpung, hanya menjadi pengamat atau komentator saja. Alhasil, pandangan perihal warta gereja pun menjadi beragam.

Satu hal yang pasti ialah gereja ‘kedodoran’ dalam hal pengelolaan warta gereja. Warta gereja perlu dikelola dengan baik supaya hasilnya bisa maksimal. Tidak cukup hanya berdoa saja! Ada bagian yang harus dikerjakan oleh kita sebagai manusia ciptaan-Nya, ada pula bagian yang dikerjakan oleh Tuhan sebagai pencipta. Sangat disayangkan jika gereja atau organisasi pelayanan lainnya menganggap warta hanya sebagai pelengkap sehingga bisa dikelola asal-asalan. Atau warta dianggap sebagai tempat pengumuman saja dari gereja kepada jemaat.
Kalau hanya itu—tempat pengumuman—sebaiknya warta tidak perlu dicetak warna yang membutuhkan dana tinggi. Perhatikan bagan! Jika hanya sebagai tempat pengumuman, jangan salahkan jemaat jika warta gereja tidak pernah disimpan atau dikliping. Mengapa?


MEDIA PENGUMUMAN --> MENGUMUMKAN SEBUAH KEGIATAN YANG AKAN BERLANGSUNG:
1. Seminar, KKR, Doa Bersama, dan sebagainya.
2. Ulangtahun jemaat.
3. Pernikahan dan sebagainya.

Dampak media pengumuman bagi jemaat:
1. Jemaat butuh warta gereja: jika waktu kegiatan belum terjadi.
2. Buang ke tong sampah: jika waktu kegiatan sudah terjadi.

Warta gereja dibutuhkan ketika kegiatan tersebut belum terjadi. Kalau kegiatan sudah terjadi, berarti informasi yang ada di warta gereja dianggap sudah basi (karena sudah selesai diadakan). Jika kita memiliki sebuah kertas berisi pengumuman yang kegiatannya sudah terjadi, apa tindakan kita? Buang ke tong sampah atau diloakkan. Itu adalah perilaku normal. Saya juga akan membuang brosur-brosur yang kegiatannya sudah terjadi.

Jadi, jangan salahkan jemaat jika perilaku jemaat seperti itu, membuang lembaran kertas yang sudah tidak dibutuhkan lagi. Tentunya, saya yakin kita tidak mau rumah kita penuh dengan barang-barang yang tidak kita perlukan lagi. Kita pasti akan melakukan pemilahan supaya rumah atau ruang kerja kita tertata rapi.

Seandainya, warta gereja atau buletin tempat pelayanan Anda memang hanya diisi pengumuman, Anda perlu mempertimbangkan dua hal. Pertama, warta yang dicetak warna membutuhkan biaya tinggi. Dana untuk cetak bisa dialihkan ke program pelayanan lain yang dapat mengembangkan jemaat. Anda perlu mempertimbangkan untuk mencetak warta dengan biaya rendah. Warta dapat dicetak satu warna saja, tidak perlu full colour. Satu warna itu tidak berarti warna hitam saja. Anda bisa meminta percetakan untuk mengganti warna hitam dengan warna biru. Konsultasilah dengan percetakan langganan Anda.

Kedua, Anda harus berbesar hati jika melihat jemaat yang membuang warta di depan mata Anda. Mungkin saja, jemaat tadi sudah mengetahui kegiatan-kegiatan yang diumumkan gereja. Ingat, ini bukan masalah bahwa kertas tadi hanyalah warta gereja sehingga jemaat menganggap remeh. Permasalahannya karena memang warta gereja diposisikan hanya sebagai tempat pengumuman. Itu saja! Anda tidak perlu sakit hati dengan perilaku jemaat yang demikian.
Cek ke diri sendiri, apa yang Anda lakukan dengan brosur-brosur yang kegiatannya sudah terjadi? Pasti Anda akan membuang ke tong sampah. Pihak penyelenggara kegiatan (di dalam brosur) tidak perlu sakit hati melihat brosurnya dibuang. Acaranya kan sudah selesai diadakan, jadi sah-sah saja.

Itulah resiko yang harus dihadapi pengelola warta gereja jika warta hanya diisi pengumuman saja. Itu juga bukan perilaku jemaat yang aneh. Wajar-wajar saja kok. Jika Anda tidak ingin warta gereja dibuang ke tong sampah maka pengelola warta yang harus berbenah terlebih dahulu. Pengelola warta perlu melakukan evaluasi setiap minggu.

Lakukan pengecekan! Berapa persen warta gereja diisi dengan pengumuman?

Cara menghitungnya seperti begini:
1. Berapa jumlah halaman warta? Misal: 10.
2. Berapa jumlah halaman yang diisi dengan pengumuman? Misal: 8
3. Cara penghitungan prosentase:
Jumlah halaman yang diisi dengan pengumuman x 100%
Jumlah halaman warta gereja
4. Contoh di atas berarti: (8/10) x 100% = 80%

Analisa contoh, berarti 80% halaman di warta gereja digunakan sebagai tempat pengumuman. Jika Anda ingin mengubah perilaku jemaat dari membuang menjadi menyimpan maka prosentase tadi harus diubah. Berapa banyak halaman warta gereja Anda yang digunakan sebagai tempat pengumuman?

(bersambung)

sumber gambar: goggle
tulisan ini sudah dimuat di Tabloid Gloria



Tuesday, October 6, 2009

Sunday, September 27, 2009

BARU dan TERBATAS! Pelatihan Menulis Buku!

Rindu untuk menulis buku tetapi tidak tahu bagaimana caranya? Bagaimana cara menembus penerbit? Bagaimana prosedur menerbitkan buku?

Dapatkan jawabannya dengan mengikuti program “Pelatihan Menulis Buku” jarak jauh yang diselenggarakan ‘de writer learning’.

Keunggulan program pelatihan menulis ‘de writer learning’ terletak pada sistem pelatihan. Setiap tulisan peserta akan dikoreksi, diberikan evaluasi sehingga peserta dapat memahami bagaimana cara menulis yang baik. Peserta juga bebas bertanya seputar dunia penulisan selama masa pelatihan. ‘de writer learning’ sangat menekankan pada praktek menulis dan evaluasi atau koreksi penulisan tiap peserta.

Angkatan pertama dimulai 1 Oktober 2009. Biaya program per peserta sebesar Rp 500.000 untuk pelatihan untuk jangka waktu 2 bulan. Biaya belum termasuk ongkos kirim menggunakan jasa pos.

Fasilitas pelatihan yang akan Anda dapatkan yaitu buku modul yang berisi cara menulis buku, cara memilih ide buku, cara mengirimkan tulisan ke penerbit buku, sistem royalti dan hak cipta di dunia perbukuan serta sharing mentor yang sudah membuat buku. Modul yang dibuat sangat aplikatif, gabungan antara teori yang dibutuhkan dan praktek mentor. Bahasa yang digunakan dalam modul sangat sederhana dan dapat dipahami semua kalangan. ‘de writer learning’ juga bekerjasama dengan beberapa media cetak atau penerbit buku.

Anda juga akan mendapatkan Tabloid Gloria satu edisi, mentoring selama pelatihan meliputi evaluasi tulisan serta daftar penerbit buku.

Pelatihan dipandu Ellen Pantouw, penulis buku rohani dan bisnis, founder ‘de writer learning’, penulis dengan pengalaman lebih dari 12 tahun. Ellen telah menulis buku: “+230 Sumber Pinjaman untuk Usaha Anda” (terbit tahun 2008, Gradienmediatama Yogyakarta), “Variasi Masakan Mie” (terbit tahun 2008, Gradienmediatama Yogyakarta), “Jerimia Rim: The Story of an Eagle that Changed a Generation” (terbit tahun 2006, Kairos Yogyakarta), “Pdt. Peter Tjondro: Datanglah Kerajaan-Mu, 20 Tahun dalam Panggilan-Nya” (terbit tahun 2004, VisionCare, Jakarta).

Siapapun dapat menulis dan membuat buku! Buktikan sendiri! Konsultasi dan pendaftaran melalui sms 08123112218 atau email onebooklife@gmail.com, simak pengumuman di Tabloid Gloria dan http://onebooklife.co.cc

Wednesday, July 8, 2009

Program Pelatihan Menulis Spesial Kemerdekaan

Menyambut hari kemerdekaan bulan Agustus mendatang, ‘de writer learning’ akan mengadakan program pelatihan menulis jarak jauh spesial Kemerdekaan. Programnya yaitu menulis kesaksian pribadi. Setiap orang pasti memiliki kesaksian hidup indah bersama dengan Tuhan. Bersaksi di gereja belum cukup. Ada media yang dapat menyebarkan kesaksian Anda ke daerah-daerah yang belum tentu dapat kita jangkau. Bersaksi melalui media cetak sangat murah biayanya tetapi dapat memberkati orang-orang yang tidak pernah Anda kenal. Juga dapat memberkati mereka dimanapun mereka berada, yang mungkin seumur hidup, Anda belum pernah ke sana.

Bagaimana cara menulis kesaksian pribadi yang dapat dibaca orang dengan indah? Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam menulis kesaksian pribadi? Data apa saja yang diperlukan untuk menulis kesaksian agar pembaca tidak bingung dan dapat memahami pesan kita?

Bagaimana cara menulis kesaksian pribadi yang tidak menyinggung SARA? Bagaimana cara mengirimkan ke media cetak rohani, apa saja syaratnya? Bagaimana caranya agar lolos sensor sehingga dapat dimuat? Semuanya akan dibahas di pelatihan menulis jarak jauh spesial Kemerdekaan.

Fasilitas pelatihan: modul teori dan praktek menulis, trik-trik menulis dan pengalaman pribadi mentor; mentoring per individu selama pelatihan; gratis jasa editing untuk mempercantik tulisan sebelum dikirim ke media cetak rohani; komentar dari mentor, evaluasi tulisan dan tips penajaman tulisan serta Tabloid Gloria satu edisi.

Pelatihan ini akan dipandu Ellen Pantouw, penulis buku rohani dan bisnis, founder ‘de writer learning’, penulis dengan pengalaman lebih dari 12 tahun. Pelatihan berlangsung selama 3 minggu, mulai 4-25 Agustus 2009 (Indonesia) dengan investasi spesial Kemerdekaan Rp 350.000 Rp 250.000 saja (tidak termasuk biaya kirim pos). Pendaftaran terakhir, Sabtu, 1 Agustus 2009 (peserta dari Hongkong mundur 2 minggu). Program dengan investasi spesial hanya untuk bulan Agustus saja. Manfaatkan kesempatan ini! Konsultasi dan pendaftaran melalui sms 08123112218 atau email onebooklife@gmail.com, simak pengumuman di Tabloid Gloria dan http://onebooklife.co.cc

Alumni yang Tulisannya Sudah Diterbitkan
1. “3 Rahasia Cinta Damai Yusuf” oleh Ev. Alfius Thomas, S.Th. – Timika (Tabloid Gloria edisi 443, Maret 2009)
2. “Kebutuhan Hidup vs Spiritualitas Kristen” oleh Yayas Odianto – Palu (Tabloid Gloria edisi 452, Minggu II Mei 2009)
3. “Dari Mustahil Menjadi Tidak Mustahil Karena Tuhan” oleh Ev. Alfius Thomas, S.Th. – Timika (Tabloid Gloria edisi 452, Minggu II Mei 2009)
4. “Konflik Israel vs Palestina, Sebuah Sejarah” oleh Iwan Iksan - Surabaya (Tabloid Gloria edisi 455, Minggu I Juni 2009)
5. “Lika Liku Jalanku Menuju Jalan-Nya” oleh Pdt. Ngendam Sembiring, M.Th. – Surabaya (Tabloid Gloria edisi 457, Minggu III Juni 2009)
6. “Tuhan Melepasku dari Kanker” oleh Ny. Susana Kurniawan Iksan – Surabaya (Tabloid Gloria edisi 457, Minggu III Juni 2009)

Seminar “Maksimalkan! Potensi Warta Gereja”:

Pengelolaan Warta Gereja Perlu Ditingkatkan

Sabtu, 6 Juni kemarin bertempat di UK Petra, Gedung T lantai 5, Ruang Audio Visual digelar seminar bertajuk “Maksimalkan! Potensi Warta Gereja”. Seminar yang digagas ‘de writer learning’ bekerjasama dengan Tabloid Gloria menghadirkan 4 pembicara. Eddy Pattinasarane, SH., M.Si., Ketua Umum Bamag Jawa Timur sebagai keynote speaker, Lambertus L. Hurek, redaktur koran Radar Surabaya, David da Silva, SH., pimpinan redaksi Tabloid Gloria dan Ellen Pantouw, SE., founder ‘de writer learning’.

Seminar dihadiri sekitar 150 peserta dari gereja-gereja di berbagai penjuru Surabaya hingga Sidoarjo. Peserta yang datang sangat variatif mulai dari tim pengelola warta gereja, pendeta bahkan para majelis juga hadir. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pun sangat beragam hingga moderator harus membatasi mengingat pendeknya waktu seminar.

Seminar dibuka dengan doa oleh Bedjo, S.E., M.Div., kepala Pusat Kerohanian Universitas Kristen Petra yang juga memberikan dukungan seminar. Keynote speaker, Eddy Pattinasarane, SH., M.Si memaparkan fungsi-fungsi warta gereja bagi kehidupan bergereja dan berjemaat. Marsefio Luhukay, S.Sos dari Jurusan Komunikasi UK Petra yang menjadi moderator seminar mempersilakan Lambertus L. Hurek dari koran Radar Surabaya untuk mengisi sesi pertama. Hurek menceritakan perkembangan media cetak di Amerika Serikat yang mulai berguguran. “Hanya media komunitas di Amerika Serikat yang bisa bertahan,” papar Hurek yang di awal karir jurnalistiknya dimulai dari media gereja.

David da Silva dari Tabloid Gloria menerangkan bagaimana manajemen Tabloid Gloria sehingga satu-satunya media rohani yang mencapai Hongkong ini bisa eksis sejak tahun 2000. Sesudah makan siang, sesi dibawakan Ellen Pantouw dari ‘de writer learning’. Ellen memberikan penajaman bagaimana cover yang dapat menarik perhatian pembaca. “Cover akan lebih hidup jika fotonya bukan foto gedung saja tetapi ada orangnya,” papar Ellen yang sudah lebih dari 14 tahun di dunia jurnalistik dan kepenulisan.

Pelbagai pertanyaan yang diajukan memang belum dapat menjawab kebutuhan peserta satu per satu. Apalagi waktu seminar juga cukup singkat, dimulai pukul 10.00 dan berakhir pukul 14.25. Namun dari sini dapat diketahui bahwa para peserta memiliki keinginan kuat untuk memaksimalkan pengelolaan warta gereja sehingga warta gereja tidak lagi dibuang sia-sia.

Langkah ke depan, ‘de writer learning’ akan mengadakan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan oleh gereja mulai Juli 2009. Seminar ini juga didukung Bamag Kota Surabaya dan Bamag Kabupaten Sidoarjo serta Pusat Kerohanian Universitas Kristen Petra.


Terimakasih atas partisipasi peserta seminar dari gereja-gereja:

SURABAYA
GKT Hosana, GPdI Bukit Mulia, GIBI Duta Kristus, GTI Bukit Zaitun, GKI Jemursari, GKI Kutisari, GKI Jemursari, GPdI Cornelius, Gereja Pantekosta Jemaat Tuwowo, GKI Darmo Satelit, GBI Kristus Pencipta, GBI Shalom, GPPS Jemaat Sawahan, GKKA Arjuna, Gereja Mawar Sharon, GKI Ngagel, GKJW, HKBP Tanjung Perak, Gekari Bersinar, Gereja Kristus Tuhan Jemaat Nazareth, GPdI Alfa Omega, GKI Pondok Tjandra, GPdI Jl Delima, GPI Jalan Suci, Gereja Bethany Indonesia, GKT Hosana Bumi Permai, GKB Shaloom, Gereja Isa Almasih Surabaya, GKI Peterongan, GBI Sulung, GPIB Maranatha, Gekari Anggur Baru, Gereja Baptis Indonesia Immanuel, GKI Dasa, GKI Manyar, GMII Filadelfia, Gereja Pantekosta Tabernakel Johor, GSJPDI Adiyawarman, GSJA Eben Haezer, GPdI Air Hidup, Gereja Kemenangan Iman Indonesia, dan lain-lain.

SIDOARJO
GGP Delta Sari Indah, GBI Taman Sepanjang, GPdI Sidoarjo, GKI Sepanjang, GKKA Sidoarjo, GBI Centro, GBI Blessing Center, GPdI Elohim, para sukarelawan guru-guru agama Kristen dan lain-lain.